LEBAK, INST-Media.id – Korban bencana Cigobang di Desa Banjarsari, Kecamatan Lebak Gedong, Kabupaten Lebak, Banten masih hidup dalam ketidakpastian. Lima tahun setelah banjir bandang dan longsor menerjang pada awal 2020, ratusan warga masih tinggal di hunian sementara (huntara) yang tak layak huni. Hingga kini, pembangunan hunian tetap (huntap) belum juga terealisasi.
Ketua Perkumpulan Urang Banten (PUB) Kabupaten Lebak, H. Pepep Faisaludin, menilai penanganan bencana di Cigobang sangat tertinggal dibandingkan wilayah lain yang mengalami bencana serupa. Ia menyebut, korban erupsi Semeru pada 2021 saja sudah menempati rumah tetap sejak 2022, sementara korban bencana Cigobang baru dijanjikan huntap pada 2025, itupun belum jelas kapan realisasinya.
“Jangan cuma janji. Warga butuh kepastian. Mereka berhak hidup layak,” ujar Pepep, Minggu (20/4/2025).
Kondisi ini semakin memperihatinkan mengingat 177 kepala keluarga (KK) atau 525 jiwa masih menetap di huntara Cigobang 1–4, dalam kondisi serba terbatas dan jauh dari standar kelayakan.
Adapun total penduduk terdampak di Desa Banjarsari, Kecamatan Lebak Gedong, terdiri dari:
- Kampung Cinyiru: 42 KK (216 jiwa)
- Kampung Jaha: 4 KK (16 jiwa)
- Kampung Bungawati: 9 KK (43 jiwa)
- Huntara Cigobang 1–4: 177 KK (525 jiwa)
Sekretaris Umum PUB Lebak, Dede Sudiarto, juga mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap keadilan sosial. Ia meminta Bupati Lebak dan Gubernur Banten segera memperjuangkan percepatan pembangunan huntap yang sebelumnya direncanakan 378 unit sejak 2021, bekerja sama dengan BNPB.
“Apakah warga Lebak bukan bagian dari Indonesia yang juga berhak atas keadilan sosial?” katanya dengan nada kesal.
Namun, pembangunan huntap terhambat persoalan lahan yang berada di kawasan hutan produksi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). PUB menyatakan siap membantu pengurusan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar proses bisa segera berjalan.
“Jangan biarkan warga terus hidup dalam ketidakpastian. Pemerintah harus hadir memberi solusi nyata, bukan sekadar janji,” tegas Pepep.
Sebagai catatan, bencana besar yang melanda Cigobang pada Januari 2020 menghancurkan puluhan rumah dan menewaskan enam orang. Hingga kini, kampung itu menjadi kampung mati karena warga belum berani kembali akibat trauma dan risiko bencana susulan. *(EPL/RED)




